Aku berjalan menyusuri jalan ibu kota yang semakin hari
semakin macet. Aku ingin pergi ke sebuah toko buku langgananku. Aku mau membeli
beberapa buku disana. Setelah sampai didepan toko itu, aku langsung masuk
kedalam untuk mengambil buku yang ku cari. Ketika aku mendapatkannya, aku
langsung menuju tempat kasir untuk membayarnya. Aku baru ingat, hari ini aku
ada janji dengan sahabat-sahabatku untuk berkumpul bersama. Dengan cepat aku
langsung keluar toko itu, lalu menyetop taxi yang lewat menuju kerumah salah satu sahabatku.
Akhirnya aku sampai juga. “Sivia…,” teriak mereka.
Ternyata mereka sudah sampai duluan. Ngaret lagi deh aku.
Yeah, nama aku Sivia Alisya dan biasa dipanggil Sivia. Aku
sekolah disalah satu SMA yang yah… termasuk terfavorit juga sih di Jakarta.
Nama sekolah aku SMA Luhur dan aku sekarang duduk di kelas XI SMA.
Aku mempunyai 5 orang sahabat yang mulai ku kenal semenjak kita sama-sama
bersekolah di SMP Luhur juga. Mereka Agni M. Nasution atau Agni,
Alyssa Saufika atau Ify, Ashilla Zahrana atau Shilla, Zahra Damariva
atau Zahra Arifin dan Zevana Angesti atau Zeva. Mereka adalah salah satu
anugrah terindah yang pernah kumiliki.
“Sorry aku ngaret lagi. Hhehe…,”
mohonku sambil cengengesan gak jelas.
“Kamu kemana aja sih? Beli buku lagi?” Tanya Zahra.
Aku langsung mengangguk. “Iyah, aku beli Eclipse!” jawabku sambil memampangkan buku yang telah aku beli tadi.
Agni langsung mengambil buku itu dari tanganku. “Kan ada filmnya, kenapa lo gak nonton aja sih daripada baca buku setebal
ginian!” komentar Agni sambil membuka buku itu sekilas.
“Ag… Ag… kayak gak tau Sivia aje,” jawab Zeva sambil
merangkulku. Aku hanya bisa tersenyum saja melihat
sahabat-sahabtaku yang perhatian ini.
“Hemp… udah lama yah kita gak ngumpul?” perkataan Shilla
itu bernada sedih. Aku gak tau apa yang sedang ia pikirkan. Terlihat jelas
pancaran matanya itu ada sedikit guratan kecewa.
Memang sih kalaw kami jarang ngumpul beberapa minggu ini
semenjak sibuk dengan aktivitas masing-masing. Agni yang mulai tertarik untuk
belajar main gitar. Ify yang baru membuat
organisasi PMR jadi lagi sibuk mempromosikannya. Zahra yang sibuk dengan kegiatannya
sebagai sekretaris OSIS yang sebentar lagi akan mengadakan prom nite untuk
perpisahan kelas tiga. Sementara Shilla yang focus belajar untuk menghadapi
Olympiade Fisika kemarin. Dan aku, keenakan baca
novel yang sekarang menjadi hobby baruku.
“Iya yah… selama ini kita sibuk terus sih,” keluh Ify.
“Kalaw gitu sekarang
waktunya untuk kita ngumpul bareng lagi,” aku merangkul Ify sambil menyunggingkan senyum jahil,
yang lainnya tersenyum bahagia.
Kami keenakan ngobrol dengan berbagai topic sambil melepas
kerinduan. Aku sendiri merasa sangat sangat sangat beruntung karena bisa mengenal dan bersahabat dengan orang seperti mereka. Somoga saja
persahabatan kami bisa sampai selama-lamanya. Amin.
*****
Aku berjalan di koridor sekolah. Hufft… hari yang melelahkan. Pagi-pagi begini kok masih ngantuk sih. Mana mata aku berat lagi untuk dibuka. Kalaw saja jam pertama bukan pelajaran Bahasa Indonesia pasti UKS udah jadi tempat alternative nih.
“Sivia…,” suara yang tidak asing lagi bagiku mengagetkanku
dari pemikiran tentang tidur yang sangat menyenangkan.
“Ify, ngagetin aja sih kamu,” protesku ke Ify yang baru datang.
“Perasaan mata kamu sepet amat Siv,” Ify yang melihat mataku juga berkomentar yang sama seperti apa yang
kurasakan. “Baca buku sampe malam lagi yah
Siv?” Ify mulai menginterogasi aku.
“He-em.
Abisnya tuh cerita seru banget sih. Nanggung kalaw ditunda,” aku mencoba
mengelak dan mencari alasan yang tidak sitnifikat.
“Tapi
gak mesti gitu juga kan?” lagi-lagi Ify mengomentari kebiasaan aku yang suka
baca buku sampe larut malam. Aku hanya nyengir aja.
Aku
dan Ify masuk kekelas dan menemukan sahabat-sahabat kita yang sedang
bercandaan. Sekarang aku semakin yakin bahwa mereka memang sahabat terbaik yang
pernah aku miliki.
*****
“Via,Via…,” Zevana menyikut lenganku berkali-kali.
Aku
menatapnya. “Apa?”
“Liat
deh,” Zeva menunjukkan seseorang yang berada tepat di depan kami.
Aku
dan Zeva sekarang berada di Perpustakaan. Kami sedang membuat tugas yang belum
selesai. Saat aku melihat orang yang dimaksud oleh Zeva, aku merasa asing.
Sepertinya dia anak baru di sekolah ini sebab aku belum pernah melihatnya.
Namun setelah dilihat-lihat, orang itu lumayan manis juga. Mungkin itulah
sebabnya Zeva menyuruhku untuk melihatnya. Memang dasar anak satu ini!
“Dayat… balik yuk!”
Terdengar
suara ajakan dari seorang lelaki yang berada di sebelahnya. Sebelum berdiri
dari tempat duduknya, orang itu yang aku dengar bernama Dayat, melihat ke arah
aku dan Zeva sambil senyum dan mengangguk kecil. Ternyata anaknya ramah juga.
“Ya
ampun! Tuh orang udah cakep, manis, keren, ramah lagi,” sepertinya Zeva
terpesona dan terhanyut dalam pemikirannya. Sementara aku kembali mengerjakan
tugas mumpung bel istirahat belum berbunyi.
Setelah
mengerjakan tugas, aku dan Zeva kembali ke kelas. Zeva langsung menceritakan
Dayat kepada Zahra, Shilla, Ify dan Agni. Mereka jadi penasaran dengan yang
namanya Dayat. Tapi tidak untuk Shilla. Entah mengapa saat aku menatap matanya
ada saja pancaran yang berbeda. Entahlah aku juga tidak tahu apa yang sedang ia
pikirkan.
*****
Satu bulan telah berlalu. Sekarang aku, Zeva, Shilla, Zahra, Ify dan Agni telah mengenal Dayat malah sudah sangat akrab dengannya. Sementara Zeva, rasa tertariknya terhadap Dayat semakin besar. Aku hanya berharap semoga saja tidak ada kejadian buruk di antara ini semua.
Sampai
pada suatu hari, aku dan Zeva jalan-jalan ke Mall. Aku ingin membeli buku dan
Zeva membeli sepatu. Setelah selesai aku dan Zeva makan siang terlebih dahulu.
Saat sedang jalan menuju tempat makan, gak sengaja Zeva menarik tanganku dan
menunjuk seseorang yang sangat kita kenal.
“Via,
Shilla… jalan sama Dayat!” ucap Zeva getir.
Awalnya
aku pikir mereka hanya sekedar jalan-jalan biasa saja. Namun saat aku melihat
dayat yang sedang menarik tangan Shilla yang berjalan di belakangnya menuju
sebuah toko acsessorise. Sepertinya ada yang janggal di antara mereka. Zeva
langsung berlari sambil menitikkan air mata. Aku tau jika saat ini Zeva sedang
sedih. Jadi, kubiarkan ia menyendiri terlebih dahulu agar ia lebih tenang
nantinya.
*****
“Loh kok, kalian semua masih di sini? Enggak ke tempat Shilla?” tanya Dayat.
Aku
dan yang lainnya sengaja bertemu Dayat sepulang sekolah. Seminggu sebelumnya
kami semua bertengkar hebat yang bermula dari kejadian itu hingga semua
seluk-beluk permasalahan yang kami pendam selama ini terbongkar semua. Walaupun
aku tahu saat itu orang yang paling terpojok dan sangat tersakiti pastilah
Shilla. Bahkan kami sempat diam-diaman dan tidak berbicara satu patah kata pun.
Aku sengaja agar kami bisa berintrofeksi diri masing-masing. Namun akhirnya
karena kesadaran itulah kami saling baikan dan meminta maaf satu sama lain.
Tapi saat itu Shilla tidak datang. Dan hari ini tepat tiga hari Shilla tidak
memunculkan batang hidungnya di sekolah. Akhirnya aku dan yang lainnya mencari
kepastian dengan Dayat tentang kejadian itu agar di antara kami tidak terjadi
kesalah pahaman lagi.
“Aku
Cuma mau tanya Day, sebenarnya kamu sama Shilla itu ada hubungan apa?” tanya
Agni.
“Hubungan?
Maksudnya… hahaha, gak usah ngaco lah Ag!” Dayat malah tertawa, mungkin ia
telah mengerti apa yang Agni inginkan.
“Kok
ketawa? Apa yang lucu coba?” tanya Zahra yang bingung.
Dayat
mengucek ubun-ubun kepalanya. “Dengar yah, aku sama Shilla itu sebenarnya
sepupuan. Tapi dianya aja yang ingin ini semua jadi rahasia,” jawab Dayat yang
sukses membuat kami semua tercengang.
Jadi…
selama ini kita cuma salah paham? Marah dengan Shilla dengan alasan konyol
seperti ini hingga kata-kata bubar hampir saja terucap. Ya Allah… kenapa aku
bisa ngelakuin hal yang seburuk ini.
“Terus…
kamu tau gak sekarang Shilla di mana? Soalnya setiap aku hubungi handphonenya
gak pernah aktif, telepon rumahnya juga gak nyambung,” ujar Zahra.
Dayat
menaikkan sebelah alisnya. “Loh emang Shilla belum bilang kalo dia mau pindah
dan menetap di Singapoure?”
Kata-kata
Dayat sangat menusuk ke hati. Gak terasa butiran hangat jatuh di pipiku. Mata
Zeva, Zahra, Agni, dan Ify juga merah. Mentari seolah memandang sedih
menatapku. Dan aku tak bisa berkata apa-apa cukup hanya menatap mentari sedih
itu. Karena lewat matahari itulah pandanganku dan Shilla akan bersatu dimana
pun ia berada.
“Gak
mungkin. Kamu gak usah bercanda dong Day,” ucap Zahra tak kuasa menahan luapan
sedih yang mengiringinya dari tadi.
“Ya
enggak lah, gak ada gunanya juga kali!” Dayat melihat jam tangannya. “Shilla
sebentar lagi berangkat.”
Dengan
sigap aku dan yang lainnya berlari menuju mobil Agni. Jadi ini jawaban atas
semuanya. Dan haruskah dengan cara ini juga untuk kami baikan? Ya Allah,
sungguh aku tak ingin kehilangannya. Aku harus cepat sampai di sana sebelum
semuanya terlambat. Untuk bertemu Shilla terakhir kalinya dan sebisa mungkin
mencegahnya.
Sesampai
di airport, aku dan yang lain lari secepat mungkin untuk masuk ke dalam.
Berharap semoga penerbangan ke Singapoure belum take off. Ternyata saat Ify
menanyakan pada tugas loket, penerbangan menuju Singapoure udah take off 30
menit yang lalu.
Saat
itulah hatiku hancur. Goresan luka di hati terlalu besar buat diobati dan
terlalu sakit untuk di rasa. Aku belum sempat meminta maaf sama Shilla. Hiks…
takdir lagi takdir lagi. Memang sangat munafik menyalahkan takdir.
Lalu
aku dan yang lain pergi menuju danau buatan, tempat dimana kami semua sering
berkumpul. Ini mimpi, benar-benar mimpi. Shilla pergi meninggalkan kami dengan
hal yang gak pernah diduga. Gak mungkin. Aku gak percaya jika ini bakalan
terjadi. Agni menggenggam batu sekuat-kuatnya dan melemparnya ke danau,
berharap masalah ini dapat terbuang bersamaan dengan batu itu. Zahra terus
menggurutu dan membekap kepalanya di antara kedua lututnya. Zeva dan Ify
menangis dengan penyesalan yang amat sangat menyakitkan. Kehilangan seorang
sahabat. Sementara aku, merebahkan badanku di atas rumput dan melapisi kepalaku
dengan kedua telapak tangan. Aku menatap langit yang biru.
“Ternyata
benar penyesalan itu selalu datang terlambat. Shilla… aku minta maaf. Maaf
kalaw aku gak bisa jadi sahabat yang baik untuk kamu, maaf kalaw kita udah
nyakitin hati kamu, maaf kalaw kita udah egois dan bisa-bisanya membesar-besarkan
hal konyol ini,” aku berbicara sendiri dengan sedikit menjerit dan tangisan
yang mulai pecah.
“Selamat
tinggal Shil, semoga kamu selalu ingat dengan kenangan indah kita dulu dan
melupakan semua hal yang menyakitkan. Semoga juga kamu gak pernah lupa dengan
kami disini dan seandainya kamu tau Shil kita disini selalu nungguin kamu dan
berharap kamu kembali,” tambah Agni dan kembali melempar batu itu sekencang
mungkin.
“Aku
cuma mau bilang makasih Shil, makasih karena kamu udah mau bersahabat dengan
kita, makasih karena kamu mengisi hari-hari kita dengan indah. Dan sampai detik
ini juga kita masih menganggap kamu sahabat. Kita sayang kamu Shilla…,” teriak
Zahra yang tangisannya udah pecah dari awal tadi.
“Good
bye Shilla. Semoga juga kamu bisa ketemu dengan teman yang lebih baik,
pengertian, dan perhatian di sana. Kita nyesel Shil… hiks…,” Zeva kembali
menangis. Dia pasti tidak sanggup mengingat kejadian itu lagi. Apalagi Ify, dia
gak bisa berbicara apa-apa dan hanya bisa memeluk Zeva erat-erat. Erggth… ternyata
sangat sulit menerima kenyataan ini semua.
Kelak
kau kan menjalani hidupmu sendiri
Melukai
kenangan yang tlah kita lalui
Yang
tersisa hanya aku sendiri di sini
Kau
kan terbang jauh menembus awan
Memulai
kisah baru tanpa diriku
Entah
mengapa lagu itu terangkai di benakku dan langsung ku lantunkan. Lagu itu
bagaikan isi dari rasa penyesalan kami terhadap kepergian Shilla. Agni, Ify,
Zahra dan Zeva juga ikutan bernyanyi. Dalam hati aku berkata ‘Lagu ini untuk
kamu Ashilla Zahrana. I miss you. You always be my best friend forever. And
our friendship never die’.
Seandainya
kau tau ku tak ingin kau pergi
Meninggalkan
ku sendiri bersama bayanganmu
Seandainya
kau tau aku ‘kan selalu cinta
Jangan
pernah kau lupakan kenangan kita selama ini
Can you tell me about the meaning of the friendship? Dan
tahukah kamu tidak ada yang lebih indah dari seorang sahabat. Merekalah yang
senantiasa membagi senang dan susah, bahagia dan sedih, serta menceritakan
segala the blinks of our life dengan tulus. Mereka akan menjadi pundak jika kamu menangis. Mereka akan selalu berada disampingmu jika kamu membutuhkannya, tak kenal dimana pun kamu berada.
Mereka akan selalu menjadi angin, membawa sayapmu terbang leluasa. Memberi
kebebasan atas hidup yang kamu pilih. Dan jika kamu menyesalinya, jangan pernah takut kalaw dia akan marah. Karena
sesungguhnya sahabat yang sejati adalah sahabat yang tidak akan pernah mengatur
kehidupanmu tapi dia akan selalu menjagamu. Jadi, jagalah ia jika kamu menganggapnya sahabat. Buatlah ia tenang berada disampingmu. Jangan
pernah mengecewakannya karena ia tak ingin dikecewakan.
‘Selesai’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar